Saya
sering ditanyai mengenai hal-hal positif apa yang dimiliki, kebiasaan apa yang
dilakukan, atau bahkan hal negatif yang tersembunyi di dalam diri.
Pertanyaan-pertanyaan ini sering muncul dari guru-guru saya di SMA, ketika les
bahasa inggris bersama teacher Pit, dan juga ketika interview kepanitiaan maupun organisasi. Tidak sedikit teman-teman
saya yang masih bingung ketika diajukan pertanyaan seperti itu. Dan untuk
menjawab pertanyaan tersebut, saya harus menelitik kembali ke diri bagian
paling dalam. Mencoba untuk menemukan kepingan kepribadian yang tanpa saya
sadari bahwa inilah saya yang sebenarnya. Saya yang berarti kata yang
mencerminkan diri saya sendiri adalah bentukan dari proses didikan orang tua.
Artinya adalah saya memiliki kepribadian yang tercipta dari perpaduan lahiriah
saya sendiri dan arahan orang tua. Benar sekali bahwa orang tua begitu besar
perannya sebagai personality developer.
Saya
dilahirkan dalam keluarga yang biasa. Ayah seorang dosen dan ibu seorang guru.
Namun ada yang tak biasa dari cara ayah mendidik. Beliau jarang berbicara pada
kami, anak-anaknya. Pembicaraan kami acap kali terbatas, bahkan dapat dihitung
dengan jumlah pasang sepatu yang ada dirumah. Tentunya keluarga kami bukan
pengoleksi sepatu. Padahal saya yakin 100%, pekerjaannya selalu dihabiskan
dengan berbicara, komat kamit materi saat sesi perkuliahan. Lebih parah lagi
ketika beliau harus bekerja diluar kota selama beberapa tahun dan hanya kembali
ke rumah sekali 2 minggu. Itu berlanjut sampai sekarang.
Ayah
tidak hanya seorang yang pendiam di depan anak-anaknya, ia juga seorang yang
pemarah. Saya sempat kena muncrat amarah oleh ayah ketika tertidur di saat
seharusnya belajar. peristiwa itu terjadi saat kelas 4 SD. Mungkin karena
kesibukannya di luar kota, membuat ia jadi tidak tahu kalau jadwal kegiatan
saya di sekolah berlangsung dari jam 7
pagi hingga jam 4 sore, dan itu berlangsung setiap hari sekolah kecuali Jum’at.
Saya juga pernah dimarahi ketika makan berbunyi. Padahal orang yang makan
disebelah saya jauh lebih berisik daripada bunyian saya. Dan yang paling saya
ingat adalah di usir dari rumah ketika bersitegang dengan nomor 1, si abang
sulung. Tentu kesal, tapi paling tidak saya lebih beruntung dari pada abang
yang dua kali lipat lebih sering dimarahi ayah.
Saya
benar-benar masih ingat nasehat seorang sahabat yang bijaksana. Ia menyatakan
bahwa, setiap kejadian memiliki 2 nilai, positif dan juga negatif. Kita sebagai
intelligent beings seharusnya mampu
melihat di dua sisi tersebut. Ambil yang positif, namun jangan buang yang
negatif. Karena jika dibuang, kita bukan hanya tidak mampu lagi mengetahui
apakah itu akan berdampak negatif, tapi bisa jadi akan terulang pada kehidupan
kita. Caranya adalah cukup dengan di ingat, sehingga kita mampu mengantisipasi
hal negatif tersebut jauh dari diri.
Kembali
pada pembelajaran yang telah saya lalui selama ini, ayah adalah pihak yang
harus bertanggung jawab terhadap semua hal itu. Bagaimana tidak? Ia yang
membuat saya selalu berusaha tepat waktu dalam berkegiatan. Ia yang membuat
saya selalu menanamkan nilai-nilai kesopanan dalam berkomunikasi pada orang
yang lebih tua. Dan ia yang membuat saya selalu mencari hal baru diluar sana.
Korelasi antara kehidupan saya dan nasehat sahabat ini memang mampu
menghadirkan makna yang begitu dalam. Bagaimanapun negatifnya kejadian
tersebut, setidaknya ia memiliki sedikit celah positif yang merekah ketika kita
tahu itu.
Secara
tidak langsung, diam ayah adalah pencipta rasa penasaran. Marah ayah adalah
pembatas tindakan. Dan terlepas dari betapapun kurang perfectionist- nya ayah sebagai seorang ayah, ia mampu membangun
karakter dalam diri anak-anaknya, termasuk saya. Karakter ibarat bongkahan awan
yang menggantung di atas langit biru. Bergerak dari timur ke barat, dari utara
ke selatan. Ketinggiannya berbeda-beda. Tidak ada yang memiliki bentuk maupun
ukuran serupa. Tidak pula dengan ayah saya, sang personality developer yang
berbeda.
Biarkan
tulisan ini menjadi bukti bahwa ayah, kaulah yang membentuk kepribadianku ini.
Kaulah pembentuk awan-awan karakter terspesialisasi pada diriku. Sudikah
kiranya ku ambil karakter-karakter positif yang ada pada dirimu, dan menyebarkan
kepada semua orang dan menjadikannya sebagai inspirasi luar biasa, inspirasi
maha kencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar