Senin, 05 Desember 2011

Dia yang Membentuk karakterku


Saya sering ditanyai mengenai hal-hal positif apa yang dimiliki, kebiasaan apa yang dilakukan, atau bahkan hal negatif yang tersembunyi di dalam diri. Pertanyaan-pertanyaan ini sering muncul dari guru-guru saya di SMA, ketika les bahasa inggris bersama teacher Pit, dan juga ketika interview kepanitiaan maupun organisasi. Tidak sedikit teman-teman saya yang masih bingung ketika diajukan pertanyaan seperti itu. Dan untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya harus menelitik kembali ke diri bagian paling dalam. Mencoba untuk menemukan kepingan kepribadian yang tanpa saya sadari bahwa inilah saya yang sebenarnya. Saya yang berarti kata yang mencerminkan diri saya sendiri adalah bentukan dari proses didikan orang tua. Artinya adalah saya memiliki kepribadian yang tercipta dari perpaduan lahiriah saya sendiri dan arahan orang tua. Benar sekali bahwa orang tua begitu besar perannya sebagai personality developer.
Saya dilahirkan dalam keluarga yang biasa. Ayah seorang dosen dan ibu seorang guru. Namun ada yang tak biasa dari cara ayah mendidik. Beliau jarang berbicara pada kami, anak-anaknya. Pembicaraan kami acap kali terbatas, bahkan dapat dihitung dengan jumlah pasang sepatu yang ada dirumah. Tentunya keluarga kami bukan pengoleksi sepatu. Padahal saya yakin 100%, pekerjaannya selalu dihabiskan dengan berbicara, komat kamit materi saat sesi perkuliahan. Lebih parah lagi ketika beliau harus bekerja diluar kota selama beberapa tahun dan hanya kembali ke rumah sekali 2 minggu. Itu berlanjut sampai sekarang.
Ayah tidak hanya seorang yang pendiam di depan anak-anaknya, ia juga seorang yang pemarah. Saya sempat kena muncrat amarah oleh ayah ketika tertidur di saat seharusnya belajar. peristiwa itu terjadi saat kelas 4 SD. Mungkin karena kesibukannya di luar kota, membuat ia jadi tidak tahu kalau jadwal kegiatan saya di sekolah berlangsung dari  jam 7 pagi hingga jam 4 sore, dan itu berlangsung setiap hari sekolah kecuali Jum’at. Saya juga pernah dimarahi ketika makan berbunyi. Padahal orang yang makan disebelah saya jauh lebih berisik daripada bunyian saya. Dan yang paling saya ingat adalah di usir dari rumah ketika bersitegang dengan nomor 1, si abang sulung. Tentu kesal, tapi paling tidak saya lebih beruntung dari pada abang yang dua kali lipat lebih sering dimarahi ayah.
Saya benar-benar masih ingat nasehat seorang sahabat yang bijaksana. Ia menyatakan bahwa, setiap kejadian memiliki 2 nilai, positif dan juga negatif. Kita sebagai intelligent beings seharusnya mampu melihat di dua sisi tersebut. Ambil yang positif, namun jangan buang yang negatif. Karena jika dibuang, kita bukan hanya tidak mampu lagi mengetahui apakah itu akan berdampak negatif, tapi bisa jadi akan terulang pada kehidupan kita. Caranya adalah cukup dengan di ingat, sehingga kita mampu mengantisipasi hal negatif tersebut jauh dari diri.
Kembali pada pembelajaran yang telah saya lalui selama ini, ayah adalah pihak yang harus bertanggung jawab terhadap semua hal itu. Bagaimana tidak? Ia yang membuat saya selalu berusaha tepat waktu dalam berkegiatan. Ia yang membuat saya selalu menanamkan nilai-nilai kesopanan dalam berkomunikasi pada orang yang lebih tua. Dan ia yang membuat saya selalu mencari hal baru diluar sana. Korelasi antara kehidupan saya dan nasehat sahabat ini memang mampu menghadirkan makna yang begitu dalam. Bagaimanapun negatifnya kejadian tersebut, setidaknya ia memiliki sedikit celah positif yang merekah ketika kita tahu itu.
Secara tidak langsung, diam ayah adalah pencipta rasa penasaran. Marah ayah adalah pembatas tindakan. Dan terlepas dari betapapun kurang perfectionist- nya ayah sebagai seorang ayah, ia mampu membangun karakter dalam diri anak-anaknya, termasuk saya. Karakter ibarat bongkahan awan yang menggantung di atas langit biru. Bergerak dari timur ke barat, dari utara ke selatan. Ketinggiannya berbeda-beda. Tidak ada yang memiliki bentuk maupun ukuran serupa. Tidak pula dengan ayah saya, sang personality developer  yang berbeda.
Biarkan tulisan ini menjadi bukti bahwa ayah, kaulah yang membentuk kepribadianku ini. Kaulah pembentuk awan-awan karakter terspesialisasi pada diriku. Sudikah kiranya ku ambil karakter-karakter positif yang ada pada dirimu, dan menyebarkan kepada semua orang dan menjadikannya sebagai inspirasi luar biasa, inspirasi maha kencana. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar