Senin, 24 Desember 2012

ibu dan guru (keynote speaker untuk ibu)

Ada sebuah ungkapan “walaupun jumlah anak-anak hanya 25% dari total penduduk, tetapi menentukan 100 persen masa depan bangsa”. Ini berarti maju tidaknya sebuah bangsa, sangat tergantung dari kualitas generasi mudanya. Dan kualitas generasi muda tersebut sangat tergantung dari bagaimana cara ia dididik dan dibesarkan oleh keluarganya, terutama oleh seorang ibu.

Bukan ayah kota, tapi ibu kota. Bukan ayah negara, tapi ibu negara. Bukan ayah pertiwi, tapi ibu pertiwi. Dari istilah-istilah tadi dapat kita simpulkan secara jelas seberapa pentingnya peran ibu didalam dunia ini, terutama perannya dalam mempersiapkan generasi pemimpin. Saya ingin mengutip sebuah ucapan sesorang yang sangat menggambarkan peran seorang ibu, ia mangatakan bahwa “Ibu adalah madrasah pertama, bahkan sebelum seorang anak manusia melihat fana dunia. Kasih sayang ibu telah menyemai di buai rahim. Tidak ada lagi kasih manusia setinggi kasih ibu. Cintanya menjamah setiap insan hingga tumbuh mandiri utuh sebagai pribadi”. Ini jelas mengartikan bahwa sentuhan lembut seorang ibulah yang menumbuhkan sesosok anak yang kelak akan menjadi penerus bangsa. Wajar jika dalam pandangan islam, sosok Ibu diposisikan sebagai figur sentral pendidikan dengan menjadikannya sebagai madrasah partama bagi anak.

Namun pertanyaan yang muncul saat ini adalah cukupkah hanya dengan peran seorang ibu, anak dapat menjadi generasi pemimpin berikutnya? Ini diibaratkan sebagai upaya dengan permasalahan multifaktor yang berada dibelakangnya, sehingga membutuhkan pihak-pihak lain untuk memecahkan masalah yang ada hingga akhirnya cita-cita bersama ini dapat diwujudkan. Guru adalah jawabannya. Guru merupakan pasangan yang apik dengan peran yang sepadan seperti seorang ibu.

Ya, benar. Dibutuhkan peran seorang guru untuk membekali dengan kecerdasan intelektual yang identik dengan kecerdasan otak tetapi juga kecerdasan hati untuk berbuat kebaikan. Guru adalah ujung tombak pendidikan. Guru adalah garda terdepan menyukseskan visi dan misi pendidikan nasional Indonesia. Termaktub dalam UU no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."  Maka dari itu, tugas guru bukan tugas main-main. Di tangannya ada tugas berat, mencerdaskan anak bangsa. Cerdas dari segi intelektual, emosional dan spiritual.

Ibu dan guru di sekolah ibarat dua gugus fosfat atau double helix yang membentuk ikatan dalam sebuah DNA. Ia saling melengkapi satu sama lain, hingga akhirnya membentuk struktur yang lengkap dan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Begitu juga ibu dan guru disekolah. Ibu tidak akan berhasil menjadikan anaknya sebagai generasi pemimpin tanpa adanya aliran pengetahuan yang disalurkan seorang guru. Begitu juga guru, ia tidak akan berhasil mengajarkan anak didiknya tanpa nilai-nilai dasar dan mulia yang ditanamkan ibunya sejak kecil. Dengan peran double helix ini, upaya untuk menelurkan benih-benih pemimpin bangsa bisa untuk direalisasikan.

Namun saat ini perubahan zaman telah mempengaruhi institusi keluarga. Jumlah wanita yang bekerja di luar rumah semakin meningkat. Ibu lebih mementingkan aktualisasi diri tanpa batas ketimbang kepentingan keluarganya sendiri. Mengingat tahun-tahun pertama kehidupan anak adalah sangat penting untuk membentuk ikatan yang kuat dan menanamkan nilai-nilai dasar, maka pemisahan dini antara ibu anaknya dapat mempengaruhi proses ini. Begitu juga fenomena yang terjadi di dunia sekolah saat ini. Tidak ada anak sekolah yang tidak mengenal internet. Anak-anak didik saat ini juga membutuhkan metode-metode baru yang tidak membosankan dalam pengajaran. Dan tiap anak didik berasal dari latar belakang keluarga yang semakin beragam dengan permasalahan yang beragam pula. Kondisi-kondisi seperti itu menuntut guru untuk tidak hanya sekedar datang ke kelas, mengajar, lalu membubarkan kelas. Guru harus semakin melek akan teknologi. Guru harus mencoba berbagai metode pengajaran yang cocok untuk kelas-kelas tertentu. Guru pun dituntut untuk memahami benar kondisi anak didiknya, jangan sampai proses belajar mengajar mereka ikuti gagal karena masalah yang sedang mereka alami. Semoga dengan adanya seminar ini, peran double helix antara ibu dalam keluarga dan guru di sekolah dapat menciptakan suatu kolaborasi yang dahsyat dalam mempersiapkan anak menjadi generasi pemimpin dan penerus bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar