hafidzmp
to be not to have
Kamis, 30 Mei 2013
Minggu, 27 Januari 2013
Jumat, 25 Januari 2013
curug malela
Hari lalu begitu
berbeda dari biasanya. Sayang saja jika tidak saya abadikan kedalam tulisan
ini. Begini ceritanya, dua hari sebelumnya khalid dan rahmat berencana untuk
berekspedisi ke salah satu curug di Bandung Barat untuk menghilangkan penat
skripsinya, hehe. Mereka mengajak saya dan lima sahabat gamus lainnya untuk
ikut, ada ragil, halim, amir, atik, fatimah, dan tak lupa thoriq, adiknya
khalid. Mereka berencana untuk pergi ke curug Malela, kami menyebutnya sebagai
air terjun niagara versi jawa. Kalian akan setuju jika langsung berkunjung
kesana.
Perjalanan mulai
dipagi hari, berkumpul jam 7, di depan sekre Gamus. Hingga akhirnya jam setengah sembilan, kami
berangkat dengan lima motor. Perjalanan di awal cukup menyenangkan, karena hari
cerah dan ketidaktahuan akan medan. Kira2 satu jam sudah perjalanan kami menuju
curug, kami memutuskan untuk berhenti di salah satu toko minimarket untuk
membeli makanan dan minuman sebagai bekal. Kasir mini market tersebut bilang
bahwa perjalanan kami masih akan lama, kira-kira lebih dari sejam perjalanan
lagi. Ya, paling tidak kami sudah bertemu dengan mbak kasir yang cantik ini. Hehe..
Kami menjadi
semakin penasaran dengan tempat ini. Perjalananpun dilanjutkan hingga kami
sampai di depan gerbang yang bertuliskan “selamat datang di curug malela”. Tapi
sejauh ini kami masih senang-senang saja, karena perjalanan masih nyaman. Hingga kondisi jalan
sudah mulai menampakkan kesangarannya, kami mulai ragu. Jalan sama sekali tidak
diaspal, hanya jalan bertanah. Kondisi setelah hujan pun menyebabkan beberapa
jalur berlumpur. Selain tanah, becek,
dan terjal, kondisi jalan pun diperburuk karena banyak batu-batu sebesar
genggaman tangan orang dewasa. Sesekali yang dibonceng harus turun karena motor
tidak kuat untuk mendaki atau melewati lumpur. Balik arah bukan jawaban yang
tepat, karena kami sudah setengah perjalanan. Kami tetap melanjutkan perjalanan
meskipun motor saya sudah menangis rintih. Hiks..
Sudah sekitar
empat jam kami diatas motor dan sudah empat jam pula motor ini tak berhenti di
gas. Dua dari lima motor kami adalah matic. Bukti kalau perjalanan ini sangat
melelahkan terlihat dari kondisi motor yang berlumpur, dan bau mesin yang
menyengat. Seharusnya memang ada waktu jeda untuk mengistirahatkan motor ketika
diperjalanan, namun kami terus melaju tanpa peduli. Ini menjadi pelajaran bagi kami
untuk mengetahui medan terlebih dulu sebelum berangkat ke suatu tujuan dan pastinya
besok akan menjadi waktu yang tepat untuk service motor.
Kami berjalan
lebih kebawah lagi, namun kondisi jalan tidak seperti sebelumnya. Kami harus
melewati jalan tanah licin yang kecil dan curam. Atik dan fatimah cukup sulit untuk melewati
jalan kecil ini, mungkin karena gender, hehe. Beberapa kali mereka tergelincir
dan hampir terjatuh, untung saja ada 7 jejaka yang suka menolong. Bukan hanya
atik dan fatimah yang mengalami kesulitan melalui perjalanan setapak ini. Kami para
lelaki pun dibuat cukup kewalahan karena beban yang cukup banyak, makanan,
meskipun tidak terlalu berat. Meski begitu kami cukup senang karena berjalan
bersama-sama. Sebelum sampai di tujuan, kami disuguhi pemandangan-pemandangan lain
yang cukup indah, seperti sawah yang tepiannya ditumbuhi bunga-bunga kecil
berwarna putih, air terjun kecil yang jernih, dan undukan bukit-bukit yang
hijau. Tinggal beberapa langkah lagi sampai ke curug, kami bertemu warga yang
hendak naik kembali ke atas. Ia mengingatkan kami untuk tidak berbuat hal yang ceroboh,
karena baru saja ada pengunjung yang pingsan karena tenggelam di hilir curug. Hmm,
oke..
Akhirnya kami
sampai di curug malela. Derasnya air terjun memancarkan pelangi kecil. Tingginya
kira-kira 10 meter dan lebarnya 20 meter. Air yang jatuh dan menghempas ke batu
menciptakan embun sejuk dan membasahi daun-daun disekitarnya. Meskipun arus nya
deras, aliran ditepian tidak terlalu. Bermain-main air ditepian kami rasa tidak
terlalu berbahaya. Dilokasi itu tidak hanya ada kami yang bersembilan orang. Ada
beberapa orang lain juga yang mengunjungi, mulai dari tim mapala yang mencapai
puluhan orang, hingga keluarga-keluarga kecil lain. Mereka juga bermain air
dengan senang. Satu hal yang pasti tidak akan lupa untuk dilakukan adalah
mendokumentasikan momen-momen penting disana. Meskipun ada kamera rahmat,
khalid dan halim tetap saja ingin difoto dengan kamera BBnya sendiri, untuk
dijadikan DP katanya. Mereka sibuk mencari spot-spot dengan latar belakang air
terjun dan gaya mirip andika kangen band, terutama halim, haha.
Kami menghabiskan
waktu kira-kira satu jam menikmati pemandangan ini. Waktunya untuk mendaki lagi
ke atas. Saya, khalid, thoriq, dan fatimah memutuskan untuk tidak memakai alas
kaki agar tidak terlalu licin mendakinya. Perjalanan ke atas tidak sesulit
seperti sebelumnya. Langah kami cukup cepat hingga sampai dipenghujung jalan
bertanah. Tiba-tiba hujan turun, padahal perjalanan menuju basecamp (read: warung)
masih cukup jauh. Karena hujan yang turun, kami melangkah lebih cepat daripada biasanya.
Belum sampai benar di warung, kami berhenti sejenak di saung kecil untuk
berteduh dan istirahat sejenak. Atik dan fatimah sangat memanfaatkan sedikit
waktu ini untuk benar-benar beristirahat. Atik bahkan minum teh hangat untuk
menghilangkan masuk anginnya. Selingan canda dari ragil cukup menghibur
kepenatan kami dan perjalanan terus dilanjutkan.
Akhirnya kami
sampai di warung tempat beberapa barang dan helm kami titipkan. Suasana yang
cukup ramai disana, karena wisatawan sudah bersiap-siap untuk pulang, namun
jalan sangat basah dan licin sehingga motor sulit untuk mendaki. Bahkan ada
yang meminta bantuan warga untuk mendorong motornya sampai di jalan yang cukup
keras, termasuk kami nantinya. Sekarang kami lebih baik membersihkan kaki dan
tangan dulu serta siap-siap untuk shalat ashar. Setelah shalat dan istirahat
sejenak, kami siap untuk kembali menuju bandung. Motor kami kembali memutar
rodanya untuk melintasi jalanan penuh tantangan ini bersama matahari yang mulai
tenggelam menuju peraduan. Azan maghrib sudah terdengar saup-saup, namun kami
masih diperjalanan berbatu ini. Oke, lebih baik kita shalat maghrib dulu.
Tidak berlama-lama,
setelah shalat maghrib kami langsung berangkat lagi bersama dinginnya gelap
malam. Satu setengah jam sudah kami lewati, jalanan pun sudah dalam kondisi
baik dan beraspal, meskipun masih ada beberapa lubang yang mengganggu
perjalanan. Bagaimana tidak, amir dengan motornya yang bisa dibilang aus itu
sudah beberapa kali menghantam lubang dijalan. Prang.. prang.. begitu bunyi
motornya ketika tidak bisa menghindari beberapa lubang yang cukup besar. Motor saya
pun beberapa kali mengalami hal yang sama, mungkin karena malam yang semakin gelap,
fisik yang sudah capai, ditambah pula mata yang minus 1. Saya rasa sudah
bertambah sekarang.
Stamina kami
tidak diragukan lagi benar-benar sudah menurun, namun fokus untuk mengendarai
motor tetap harus dijaga. Amir sempat kehilangan fokusnya waktu itu. Ia tiba-tiba
bergerak ke arah kiri, dan kehilangan kendali motornya. Amir nge-rem mendadak,
namun karena jalan yang berpasir amir hampir terhempas oleh motornya. Untung saja
kaki kanan yang menahan tanah, membantu amir untuk mengontrol stang motornya. Akhirnya
amir terhenti di got yang cukup sempit namun dalam. Ban motor berada dalam
posisi silang, sehingga motor tidak jatuh ke dalam got itu. teman-teman yang lain sudah duluan di depan,
tapi saya dan halim berada tepat dibelakang amir waktu itu. Kami bertiga
langsung memindahkan motor itu keposisi yang benar. Kami kembali mengendarai
motor, pelan dan hati-hati. Ketika bertemu lagi dengan teman-teman yang lain,
ragil beralih memegang kendali motor amir, halim membawa motor ragil, sedangkan
amir saya bonceng.
Bukan hanya kami
yang mengalami perjalanan sulit karena
kondisi jalan yang buruk waktu itu. Ada dua orang bapak dengan motornya yang
terhempas karena melewati lubang jalan beton yang lumayan lebar. Meskipun tidak
terlalu parah, tapi mereka mengalami beberapa luka dan lecet pada motornya. Ragil
berbaik hati memberikan air mineralnya untuk membersihkan luka bapak itu. Saya dan
amir juga berada tepat dibelakang mereka, hanya saja jarak kami tidak terlalu
dekat. Jika saja jaraknya dekat, mungkin kami akan menabrak bapak tadi dan ikut
terjatuh. Ucapan syukur berulang-ulang saya ucapkan dalam hati.
Plang jalan
menunjukkan perjalanan kami masih sekitar 45 menit lagi. Kami memutuskan
berhenti untuk makan malam dulu, sekalian mengistirahatkan motor yang telah lelah
ini sejenak. Di pinggir jalan ada pedagang kaki lima yang berjualan pecel lele.
Meskipun tidak terlalu nikmat, yang penting makan, karena perut ini benar-benar
membutuhkan sesuatu untuk diolah.
Perjalanan kami
lanjutkan kembali. Dinginnya malam membuat hasrat untuk cepat sampai ke kosan
terus bergejolak, berimbas pada tarikan gas yang kencang terus menerus. Tidak terasa
akhirnya kami sampai di dayeuh kolot, melewati jalan soekarno hatta yang sepi. Kami
berkumpul di kampus lebih dulu sebelum pulang ke kosan masing-masing. Selain untuk
mengambil sepeda, hitung-hitungan juga diselesaikan pada saat itu juga, kecuali
hitung-hitungan saya dengan halim. Sesekali saya berpikir kenapa dinamakan
curug MALELA, dan saya sudah tahu persis jawabannya. Pastilah karena perjalanannya
sangat MALELAhkan, namun kami tetap puas.
Langganan:
Postingan (Atom)